Sepanjang tahun 2011 di Kabupaten Sumenep, upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi terlihat menunjuk ke arah yang cukup mengkuatirkan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi dan mencuat dalam berita di media lokal sepanjang tahun 2011, mulai dari hilangnya jatah beras bagi golongan/kelompok keluarga miskin (raskin) di kepulauan yang kemudian berujung dengan pemerasan yang dilakukan oleh oknum LSM di Sumenep.
Dalam kasus ini ada beberapa hal yang sebenarnya cukup menarik untuk dicermati terkait dengan perbuatan oknum kepala desa yang diduga telah menilep beras raskin. Terjadinya kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum LSM berawal dari adanya dugaan “penggelapan raskin” yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa. Dari terjadinya dugaan penggelapan Raskin yang dilakukan oleh oknum Kepala Desa kemudian berkembang menjadi kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh oknum LSM yang hendak mencari keuntungan dengan adanya kasus ini. Melihat dari kronologi kasusnya, seharusnya oknum Kepala Desa yang diduga telah menilep jatah beras miskin juga diproses secara hukum dengan menggunakan pasal tindak pidana korupsi. Sayangnya meskipun kasus ini telah mencuat kepermukaan, aparat penegak hukum di Sumenep terkesan masih menunggu adanya laporan dari masyarakat.
Lajur bebas hambatan korupsi di tahun 2011 di daerah Kabupaten Sumenep semakin berwarna dengan adanya dugaan penyimpangan lainnya yang terjadi dalam distribusi dana bantuan Pugar 2011. Mulai dari dugaan pemotongan hasil temuan Komisi B DPRD Kabupaten Sumenep, oknum Ibu Bidan yang ikut menerima dana Pugar hingga adanya oknum Kepala Desa dan oknum kelompok penerima dana Pugar yang meskipun tidak mempunyai lahan pegaraman tetap ikut ambil bagian menerima bantuan dana Pugar 2011*.
Lajur bebas korupsi di tahun 2011 diduga terus berlanjut dalam distribusi dana PUAP tahun 2011 yang untuk saat ini telah ditemukan adanya oknum penerima yang melakukan pemalsuan tanda tangan Kadesnya untuk dapat memperoleh dana PUAP tahun 2011* (saat ini dalam proses hukum Polres Sumenep).
Selain contoh masalah yang sempat mencuat kepermukaan seperti diatas, jeleknya kualitas Raskin juga ikut mewarnai hingar bingar berita kebobrokan yang ada di tahun 2011*.
Efektivitas UU Keterbukaan Informasi Publik
Berlakunya UU Keterbukaan Informasi Publik yang diharapkan mampu berperan sebagai pencegah korupsi dan membasmi korupsi terbukti tidak mampu berjalan efektif seperti yang diharapkan. Masyarakat atau kalangan LSM tetap harus melewati sejumlah kendala dan rintangan untuk dapat mengakses data/dokumen yang berada dalam penguasaan badan public negara. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik seolah tidak mampu memberikan solusi penyelesaian masalah korupsi yang mungkin karena telah cenderung menggurita dan dilakukan secara berjamaah (baca : tidak kompak kurang asyik).
Efektivitas UU Keterbukaan Informasi Publik yang seharusnya bisa menjadi harapan “pemusnahan korupsi” mendapatkan perlawanan dimana-mana. Penegak hukumpun seperti ikut berperan mempersulit upaya public untuk mendobrak kegelapan birokrasi yang telah cukup lama membudaya. Tidak salah jika kemudian public mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam upaya pencegahan dan menghentikan laju korupsi yang sudah telanjur masuk dalam jalur cepat bebas hambatan.
Persoalan dalam implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik bukan hanya berkaitan dengan perlawanan yang dilakukan oleh badan-badan public negara, tetapi juga menyangkut lembaga yang mempunyai tugas dan kewenangan menyelesaikan jika terjadi sengketa informasi. Lembaga independen seperti Komisi Informasi dipandang terlalu lamban dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi, yang mungkin dipengaruhi oleh factor keterbatasan jumlah personel hingga ke persoalan jumlah sengketa yang harus ditangani.
Lingkup persoalan yang mempengaruhi efektivitas UU Keterbukaan Informasi Publik adalah kemampuan menjaga independensi setiap anggota Komisi Informasi itu sendiri. Setidaknya jangan sampai para komisioner lebih cenderung memilih untuk berpihak pada kepentingan kaum birokrat dengan mengorbankan kepentingan publik. Profesionalisme dan integritas tinggi sangat dibutuhkan bagi orang-orang yang duduk sebagai komisioner di Komisi Informasi kalau ingin implementasi UU No. 14 Tahun 2008 bisa berjalan sesuai dengan harapan public. Solusi dan peta jalan untuk mencegah dan menghentikan laju korupsi yang paling tepat untuk saat ini adalah dengan membuka seluas-luasnya akses public atas informasi yang berada dalam penguasaan badan public negara. Badan Publik Negara tidak bisa lagi diberikan kesempatan untuk terus menunda-nunda menyediakan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala. Alasan pembenar dengan segudang argumentasi yang diberikan oleh badan public yang menggunakan dana public (baca : uang negara) untuk menunda mengumumkan ataupun memberikan informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala hanyalah bagian dari upaya untuk menutupi bau busuk yang bersarang didalamnya.
Pedang Tumpul Koordinasi dan Supervisi KPK
Koordinasi dan Supervisi KPK dalam mendorong penuntasan penanganan kasus-kasus korupsi masih seperti “pedang tumpul” yang tidak mampu memacu institusi hukum seperti Kejaksaan agar bisa menuntaskan kasus-kasus korupsi yang berjalan di jalur lambat.
Tercatat hingga awal tahun ini, beberapa kasus dugaan korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Sumenep dan telah dilakukan koordinasi dan supervisi oleh KPK seperti dugaan korupsi dana pesangon 45 anggota DPRD periode 1999-2004, termasuk juga dugaan korupsi tunjangan kesehatan, tunjangan purna bhakti, dana SDM, biaya pelatihan, tunjangan panitia khusus dan dana penunjang fraksi.
Selain kasus korupsi diatas, Kejaksaan Negeri Sumenep masih menanggung pekerjaan rumah untuk menuntaskan dugaan korupsi beras bersubsidi (raskin) Tahun 2008, dugaan korupsi P2SEM dan fasum tahun 2010.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur juga masih menunggak kasus penanganan dugaan korupsi dalam pengadaan 2 unit kapal laut Dharma Bahari I dan Dharma Bahari II, meskipun dalam kasus ini Kejaksaan Tinggi Jatim telah berhasil menetapkan 3 orang sebagai tersangkanya.
Dari hasil temuan LSM GeBRaK Sumenep, juga diketahui terjadi dugaan korupsi di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga kabupaten Sumenep atas terjadinya kelebihan pembayaran 8 pekerjaan peningkatan jalan di Tahun 2006 yang menimbulkan kerugian negara sebesar Rp. 159.858.020,97 (hasil audit BPK) dan terjadinya kelebihan pembayaran pekerjaan pondasi plat, pengadaan material tower dan jasa konsultasi dalam pelaksanaan pengadaan alat komunikasi dan informasi Tahun Anggaran 2006 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 100.731.333,00. Dalam kasus ini LSM GeBRaK Sumenep mengalami kesulitan untuk mengetahui perkembangan penanganannya termasuk institusi penegak hukum yang menanganinya.
Berdasar dari Surat dari KPK yang diterima dengan Surat Nomor : R-4753/40-43/11/2011, bertanggal 10 November 2011, yang merupakan jawaban dari surat LSM GeBRaK Nomor : 063/SK/GeBRaK/VIII/2011, tanggal 8 Agustus 2011, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam surat jawabannya tersebut memberikan informasi bahwa kasus-kasus korupsi diatas menjadi bahan informasi KPK untuk melakukan kegiatan koordinasi dan supervisi atas penanganan kasus korupsi dimaksud.
Namun hingga saat ini sejumlah kasus dugaan korupsi seperti tersebut diatas, proses hukumnya belum mengalami kemajuan dalam perkembangan penanganannya. Dalam kasus dugaan korupsi raskin misalnya, yang penyelidikannya sudah dimulai sejak tahun 2009 dan meskipun kasus ini telah naik ke tahap penyidikan di tahun 2010, namun hingga saat ini Kejaksaan Negeri Sumenep masih “betah” dengan satu orang sebagai tersangkanya.
LSM GeBRaK Sumenep telah berulangkali berusaha untuk mendorong agar sejumlah kasus dugaan korupsi diatas bisa segera tertuntaskan. Melalui beberapa suratnya ke KPK, LSM GeBRaK juga telah meminta agar beberapa kasus dugaan korupsi yang nilai kerugian negaranya diatas 1 miliar diambil alih penanganannya oleh KPK. Di dalam beberapa suratnya pula KPK telah berulangkali menyampaikan bahwa penanganan atas sejumlah kasus dugaan korupsi di Kabupaten Sumenep akan dilakukan koordinasi dan supervisi yang hasilnya hingga saat ini seperti sulit menumbuhkan harapan akan tertuntaskannya penanganan kasus korupsi tersebut. Koordinasi dan supervisi yang dilakukan oleh KPK seperti pedang tumpul yang tidak mampu mendorong penuntasan penanganan kasus korupsi yang berjalan lamban.
Vonis Bebas, Hukuman Percobaan, dan Registrasi Perkara
Di akhir tahun 2011 beberapa putusan kasus korupsi yang dalam tahap pemeriksaan tingkat Kasasi telah diputus oleh Mahkamah Agung RI. Dalam putusan tingkat kasasi perkara korupsi, Mahkamah Agung RI menjatuhkan putusan terhadap beberapa perkara korupsi mulai putusan penjatuhan hukuman 4 tahun penjara, hukuman percobaan, hingga putusan bebas/lepas yang masing-masing dalam perkara korupi :
- Perkara Korupsi pembangunan causeway Pelabuhan Rakyat (Pelra) di Pelabuhan Kalianget Sumenep dengan terdakwa masing-masing Drs. Prijonggo selaku Konsultan Pengawas dari PT. Dimensi Empat Arsigatra. Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 15 September 2008 menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp. 50.000.000,00 subs 1 bulan kurungan. Pada tingkat banding Pengadilan Tinggi Surabaya tangal 23 Februari 2009 menjatuhkan vonis kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 6 bulan dengan masa percobaan selama 1 tahun. Dan hingga saat ini perkaranya masih belum diputus oleh Mahkamah Agung RI.
Sedangkan untuk 2 orang terdakwa lainnya dalam perkara yang sama, Mahkamah Agung RI telah menjatuhkan hukuman/vonis untuk Ir. Andreas Srijono selaku pengendali kegiatan dan Irwan Jaya Wangsa Gunawan selaku Direktur PT. Aneka Buana Perkasa Surabaya yang masing dijatuhi hukuman pidana penjara selama 1 tahun dan denda Rp. 50.000.000,00 subs 1 satu bulan kurungan di Pengadilan Tingkat Pertama, tingkat banding hingga Kasasi
- Perkara Korupsi dalam pemberian tunjangan jabatan structural di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep dengan terdakwa masing-masing Hj. Masyri’ah dan Benny Irawanty yang perannya hanya sebagai pembuat daftar gaji. Pengadilan Tingkat Pertama pada tanggal 13 Januari 2010 menjatuhkan vonis lepas/bebas pada kedua terdakwa, dan pada tingkat Kasasi, Mahkamah Agung RI menjatuhkan vonis 4 tahun penjara untuk Hj. Masyri’ah sedangkan untuk Benny Irawanty mendapat vonis bebas.
- Perkara Korupsi Pengadaan Mobil Dinas dengan terdakwa Drs. Miftahol Karim, MM (mantan kadis Komunikasi dan Informatika ) Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 17 Juni 2010 menjatuhkan putusan bebas/lepas, sedangkan pada tingkat Kasasinya Mahkamah Agung RI menjatuhkan vonis pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan selama 2 tahun.
Vonis bebas/lepas, hukuman percobaan dan registrasi perkara, telah sempat menyita perhatian public di Sumenep. Bahkan dalam beberapa waktu sebelumnya media lokal* sempat mengulas persoalan terkait dengan satu perkara korupsi yang hingga saat ini belum diputus oleh Mahkamah Agung RI, yakni perkara korupsi dalam proyek penyulingan air laut menjadi air bersih di Kepulauan Gili Raja Kec. Gili Genting Kab. Sumenep dengan terdakwa Drs. Moh. Fadillah, M.Si yang oleh Pengadilan Negeri Sumenep divonis bebas/lepas pada tanggal 19 Juni 2008 dan perkaranya masih dalam pemeriksaan tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI. Dalam kasus ini masih menyisakan pula seorang tersangka yang menjabat sebagai Kasi Pertambangan Umum dan ABT yang juga selaku Pelaksana Kegiatan.
Perkara korupsi lainnya yang hingga saat ini masih dalam proses pemeriksaan di Mahkamah Agung RI adalah perkara korupsi dalam proyek pengadaan rehab rumah tidak layak huni dalam program komunitas adat terpencil (KAT). Dalam pemeriksaan pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Negeri Sumenep menjatuhkan vonis bebas/lepas pada tanggal 19 Oktober 2009.
Ada hal yang kemudian menjadi pertanyaan public, dimanakah perkara korupsi dalam proyek penyulingan air laut menjadi air bersih yang perkaranya telah diputus oleh Pengadilan Negeri Sumenep pada tanggal 19 Juni 2008 ?
Masih Berkutat dalam Kasus Lanjutan
Tercatat mulai tahun 2010, Kejaksaan Negeri Sumenep seperti sedikit dibuat kesulitan mengungkap kasus-kasus korupsi baru dengan skala besar (baca : kerugian negara diatas 1 miliar). Kejaksaan Negeri Sumenep masih berkutat dalam penuntasan kasus dugaan korupsi pada tahun tahun sebelumnya atau masih berjibaku untuk dapat menuntaskan kasus-kasus korupsi yang belum bisa tertuntaskan. Satu-satunya kasus dugaan korupsi yang tergolong kakap yang berhasil diungkap oleh Kejaksaan Negeri Sumenep adalah kasus dugaan korupsi dalam pengadaan dan distribusi Raskin Tahun 2008 yang penyelidikannya dimulai tahun 2009. Dalam kasus ini telah cukup menghebohkan public Sumenep, bukan hanya menyangkut kerugian negara yang timbul, tapi juga terkait dengan menyusutnya kerugian negara yang awalnya oleh BPKP ditemukan kerugian keuangan negara sebesar 18 miliar tapi kemudian menyusut menjadi 8 miliar. Selain itu, public menduga dalam kasus dugaan korupsi Raskin 2008 melibatkan banyak pihak (baca : korporasi) meskipun hingga saat ini diketahui Kejaksaan Negeri Sumenep baru menetapkan 1 orang sebagai tersangkanya dalam pengadaan Raskin Tahun 2008. Sedangkan dalam kasus distribusi Raskin di 7 Kecamatan di Kepulauan, Kejaksaan Negeri Sumenep masih belum bisa menemukan tersangkanya.
Di akhir tahun 2011, Kejaksaan Negeri Sumenep mulai mengusut dugaan korupsi dalam Program Keluarga Harapan (PKH), mulai RTSM fiktif, RTSM menerima double hingga RTSM yang tidak memenuhi persyaratan. Selain itu juga diduga telah terjadi penyimpangan dalam realisasi pencairan dana PKH berdasarkan laporan realisasi pembayaran RTSM di tahun 2007 hingga tahun 2011. Dalam kasus dugaan korupsi Program Keluarga Harapan (PKH) keuangan negara dirugikan sedikitnya hingga hampir mencapai 9 miliar rupiah.
Di institusi Kepolisian tahun 2011, Polres Sumenep tercatat telah mulai menangani kasus dugaan korupsi dana tunjangan penghasilan aparatur dan perangkat desa (TPAPD) Tahun 2008-2009 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp. 34.780.000,00 (tiga puluh empat juta tujuh ratus delapan puluh ribu rupiah) berdasar hasil audit BPKP dengan tersangka Kades Pendeman Kec. Arjasa Kab Sumenep. Kasus dugaan korupsi lainnya yang ditangani Polres Sumenep masih dalam lingkup penyimpangan penggunaan dana TPAPD, TPABD dan ADD tahun 2009-2010 dengan kerugian negara sebesar Rp. 159.266.000,00 (seratus lima puluh sembilan juta dua ratus enam puluh enam ribu rupiah) berdasar hasil audit BPKP dengan tersangka Kades Gunung Kembar Kec. Manding*.
*sebagian dikutip dari berita harian Memorandum & Radar Madura
Sumber:komunitasantikorupsi.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar