Hati-Hati ada Oknum yang mengatasnamakan Wartawan/Marekting/dll atas nama Maduraexpose.com. Kirim Saran dan Berita Anda melalui email maduraexposenews@gmail.com dan SMS Center 081934960999

Kamis, 03 Januari 2013

Bank Sampah, Cara Menyulap Sampah Jadi Uang

Oleh: Adela Eka Putra Marza. Sebagai salah satu kota besar di Indonesia dengan luas wilayah 265,10 km2, Kota Medan memiliki populasi penduduk sebanyak 2.949. 830 jiwa dengan kepadatan mencapai 11.127,2/km2 (Wikipedia.org). Dengan jumlah tersebut, tak heran jika pola produksi dan konsumsi di Tanah Deli ini juga tinggi. Fakta ini pula yang menyebabkan produksi sampah di Kota Medan terus mengalami kenaikan setiap tahun. 
Menurut Walikota Medan Rahudman Harahap dalam suatu kesempatan beberapa waktu lalu, produksi sampah di Kota Medan per hari diperkirakan mencapai 1.500 ton. Bahkan, menurut Dinas Kebersihan Kota Medan, produksi sampah tersebut bisa mencapai 1.800 ton dalam sehari di hari-hari tertentu, seperti pada malam tahun baru. Dari jumlah itu, hanya sekitar 81 persen yang bisa diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Pemerintah Kota Medan sendiri hanya memiliki dua lokasi TPA, yaitu di Desa Namo Bintang, Pancur Batu dengan luas 16 hektar yang kondisinya sudah penuh tumpukan sampah setinggi 10 hingga 15 meter seluas 10 hektar, dan TPA di Desa Terjun, Kecamatan Medan Marelan dengan luas 14 hektare yang kondisinya hanya tersisa lahan kosong seluas 4 hektar. Jika melihat jumlah produksi sampah, tentu saja kedua lokasi TPA sudah tidak memadai lagi.

Oleh karena itu, diperlukan program pengelolaan persampahan secara lebih komprehensif dan terpadu. Apalagi selama ini, pengelolaan sampah di banyak daerah belum memenuhi kriteria pengelolaan sampah seperti diatur Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 21 Tahun 2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Pengolahan Sampah Nasional.

Bank Sampah

Dalam banyak konsep pengelolaan sampah yang diaplikasikan di sejumlah negara, secara umum menggunakan konsep hierarki sampah yang merujuk kepada teori 3M, yaitu mengurangi sampah, menggunakan kembali sampah dan daur ulang. Teori ini mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah kepada tujuan keuntungan maksimum dari produk-produk praktis dan menghasilkan jumlah minimum sampah (Wikipedia.org).

Salah satu terobosan besar dalam pengeloaan sampah di Indonesia adalah program bank sampah. Melalui program ini, paradigma yang terbentuk dalam pikiran masyarakat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak berguna dan dibuang begitu saja, diubah menjadi sesuatu yang juga memiliki nilai dan harga. Melalui bank sampah, masyarakat bisa menabung sampah, yang kemudian dalam kurun waktu tertentu bisa menghasilkan uang.

Proses dalam bank sampah ini hampir sama dengan bank konvensional pada umumnya. Bedanya, jika bisanya kita menabung uang dapatnya uang, maka melalui bank sampah kita menabung sampah dapatnya malah uang. Inilah yang dilakukan oleh Bank Sampah Gemah Ripah di Desa Badegan, Bantul, Yogyakarta, digagas oleh dosen Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta Bambang Suwerda pada tahun 2008.

Dalam 4 tahun, keberadaan bank sampah yang kemudian dikembangkan oleh pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup ini bertambah secara drastis menjadi sebanyak 477 unit dengan penghasilan Rp 1,7 miliar. Salah satunya ada di Kota Medan, yaitu Bank Sampah Mutiara yang berada di Jalan Pelajar Timur, Gang Kelapa, Lorong Gabe, Kelurahan Binjai, Kecamatan Medan Denai, yang diresmikan pada 12 Mei 2012 lalu.

Selain memberikan nilai ekonomis bagi masyarakat yang menabungkan sampahnya melalui bank sampah, keberadaan bank sampah ini juga diharapkan mampu mengurangi sekitar 10 persen sampah yang masuk ke TPA. Program ini bahkan bisa mengurangi setengah dari jumlah sampah yang masuk ke TPA, jika Pemko Medan jadi membantu pendirian lima bank sampah lainnya pada tahun ini.

Kurang Sosialisasi

Sayangnya, satu-satunya bank sampah di Kota Medan ini belum mampu menarik perhatian masyarakat. Entah kurangnya sosialisasi pemerintah daerah, atau mungkin karena masyarakat yang kurang membaca informasi, faktanya keberadaan bank sampah ini hanya diketahui oleh segelintir orang. Hingga saat ini, memang masih minim informasi mengenai bank sampah, sehingga warga yang menggunakannya pun tidak banyak.

Di sisi lain, jumlah bank sampah di Kota Medan juga masih sedikit. Saat ini, hanya satu bank sampah yang tersedia untuk membantu masyarakat mengeloa sampah menjadi bernilai ekonomis. Padahal, jika dilihat secara geografis luas wilayah Kota Medan, seharusnya setiap kecamatan memiliki bank sampah. Bahkan, akan sangat membantu jika di tiap kecamatan terdapat minimal ada lima bank sampah.

Bandingkan, misalnya dengan Kota Banjarmasin yang sudah memiliki 30 bank sampah, (Analisa 13/11). Melalui unit-unit bank sampah tersebut, pengelolaan sampah yang dilakukan mampu memberikan penghasilan Rp 30 juta per bulan. Bahkan, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Banjarmasin menargetkan akan menambahnya hingga berjumlah paling sedikir 250 lokasi bank sampah dalam waktu dekat.

Melihat kondisi ini, tentunya akan sangat efektif jika Pemerintah Kota Medan lebih aktif lagi dalam menyosialisasikan keberadaan dan fungsi bank sampah. Misalnya, Pemko Medan bisa melakukan sosialisasi melalui posko-posko informasi yang ditempatkan di sejumlah fasilitas umum atau di kantor-kantor kecamatan. Melalui posko tersebut, masyarakat bisa mendapatkan informasi seputar keuntungan menjadi nasabah bank sampah.

Selain itu, pengenalan bank sampah kepada murid-murid sekolah seperti yang sudah dilakukan oleh pengelola Bank Sampah Mutiara, juga cukup efektif untuk menyosialisasikan program ini kepada masyarakat. Murid-murid sekolah ini diharapkan bisa menjadi pelopor dalam masyarakat untuk memanfaatkan pengelolaan sampah melalui bank sembari mendapatkan keuntungan ekonomis. (analisadaily.com)

(Penulis adalah peminat masalah lingkungan dan sosial budaya. Pernah bergiat di Pers Mahasiswa SUARA USU dan sejumlah media lokal.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MADURA TANI POPULER