MADURATANI, JAKARTA- Universitas Gajah Mada (UGM) mengadakan pelatihan
budidaya tumbuhan Anggrek untuk angkatan pelatihan XIX yang juga
merupakan program Indonesia Managing Higher Education for Relevance and
Efficiency (I-MHERE) di Fakultasi Biologi UGM
, Senin (25/7/2011).
Pelatihan yang berlangsung hingga 29 Juni ini diikuti oleh 50 peserta
beberapa fakultas UGM, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Taman GUnung
Merapi dan Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertaian
(KP4UGM).
Kegiatan budidaya ini latarbelakangi oleh minimnya kepedulian masyarakat mengenai pembudidayaan tanaman dari familia Orchidaceae lantaran harga anggrek yang mahal dan sulit pemeliharaannya.
Dosen Fakultas Biologi UGM Ari Indrianto mengatakan, keengganan
masyarakat dalam membudidayakan anggrek adalah ketidaktahuan tentang apa
itu anggrek dan bagaimana cara menanam dan memeliharanya.
“Oleh sebab itu, meski pun banyak orang yang menyukai anggrek, tidak
terlalu banyak yang menekuni untuk menanam dan memeliharanya,” kata Ari
seperti yang dilansir okezone, Selasa (26/7/2011).
Pelatihan budidaya ini, menurut Ari cukup bermanfaat, terutama untuk
pengembangan variasi tanaman anggrek dengan menggandeng KP4UGM. “Dengan
Kerjas sama tesebut, KP4 bisa menjadi pusat budidaya anggrek, bahkan
lahan penelitian anggrek bertaraf internasional, sebab poternsinya
besar, sehingga jangan sampai teknologinya diambil pihak luar” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif I-MHERE UGM Cahyono Agus Dwi Koranto
menuturkan, melalui program dari Dikti tersebut, memiliki kebebasan dan
otonomi untuk mengelola program-program unggulan.
Tidak hanya itu, menurut Cahyono program pelatihan ini juga cukup
menjanjikan untuk menambah pendapatan dari sisi bisnis. “Selain menjaga
agar anggrek tidak punah, manfaat lainyabukan hanya dirasakan akademisi
dan mahasiswa, melainkan masyarakat. Karena bisa dimanfaatkan untuk
komoditi pertanian maupun tanaman hias,” lanjutnya.
Dekan Fakultas Biologi Retno Peni Sancayaningsih juga berharap, khusus
budidaya anggrek bisa terjalin kerja sama antara pebisnis dengan
akademisi, “Bagaimana mungkin keanekaragaman hayati Indonesia justru
diambil oelh negara lain sehingga mereka yang memperoleh manfaat?,” ujar
Peni.
Dia mengimbuhkan, anggrek Thailand dan Taiwan itu banyak yang mengambil
plasma nutfah dari Indonesia, setelah diambil dibudidayakan kembali.
“Kemudian hasil budidaya tersebut dijual kembali di Indonesia dengan
harga mahal sehingga kita rugi. Manfaatkan penelitian anggrek untuk
jangka panjang,” pungkasnya.
(rhs)
sumber: okezone
Tidak ada komentar:
Posting Komentar