Soeharto selalu meluangkan waktunya untuk membaca atau mendengarkan para
pembantunya membacakan surat-surat yang dikirimkan anak-anak dari
seluruh Indonesia kepadanya. Soeharto sangat terhibur dengan kehadiran
surat-surat itu.
Menggunakan bahasa yang polos dan sederhana,
Soeharto bahkan seperti
teringat pada masa kecilnya. Masa kecil di mana
dirinya hanya seorang anak petani miskin yang hanya berharap bisa
menjadi orang di negara yang dia cintai, Indonesia.
"Lucu-lucu.
Segar-segar. Ada yang menanyakan mengapa harga buku sejenis 'lima
sekawan' (buku cerita anak-anak yang populer di tahun 80-an) cepat naik,
padahal mereka sangat membutuhkan buku-buku itu," cerita Soeharto
seperti dituturkannya di buku Soeharto, Pikiran, Ucapan, dan Tindakan
Saya yang tuliskan kembali oleh G.Dwipayana.
Soeharto juga
sering geli sendiri membaca pertanyaan yang anak-anak itu ajukan. Salah
satunya seperti surat yang dia terima dari seorang anak asal Kabupaten
Deli Serdang.
"Sebenarnya saya sudah lama sekali ingin mengirim
surat kepada Bapak, tetapi saya tidak tahu alamat Bapak yang jelas. Dan
saya takut kalau-kalau surat ini nyasar ke tangan polisi dan kemudian
saya dipanggil. Saya kagum sekali melihat Bapak sebagai Kepala Negara.
Mengapa Bapak bisa menjadi Presiden?" kata Soeharto menceritakan kembali
isi surat itu.
"Apakah rakyat biasa seperti saya ini bisa menjadi Presiden?" tanya anak itu lagi pada Soeharto.
Untuk pertanyaan bagian terakhir itu, Soeharto jadi terharu. Dengan segera dia memerintahkan anak buahnya menjawab surat itu.
"Saya
pada waktu kecil tentunya tidak terlepas dari lingkungan. Sebagaimana
kamu ketahui, saya ini anak petani. Jadi, saya tidak punya cita-cita
jadi Presiden. Dan waktu itu belum tahu Presiden itu apa," tulis
Soeharto dalam surat balasannya.
Soeharto juga memberikan
jawabannya atas pertanyaan bocah itu yang ingin jadi presiden. "Bisa
saja, buktinya saya sendiri. Saya ini juga anak orang kecil. Kalau
mempunyai cita-cita harus belajar dengan tekun dan membantu orang tua
serta. Tapi jangan lupa semua itu ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa,"
pesan Soeharto di akhir surat balasannya.
Sebagai
kenang-kenangan, Soeharto menyelipkan selembar fotonya dan ibu Tien. Itu
bukan pemberian khusus, melainkan Soeharto selalu melakukan hal yang
sama untuk anak-anak yang berkirim surat.
Soeharto merasa
seperti mempunyai banyak sahabat pena. "Masa kanak-kanak memang masa
penuh kegembiraan," ucap Soeharto setiap melihat ekspresi anak-anak
Indonesia.
Soeharto juga sedikit menceritakan bagaimana dirinya
yang berlatar belakang militer mendidik anak-anaknya. Selain soal Agama,
Soeharto juga memberikan putra-putrinya buku panduan hidup yang
berjudul 'Butir-butir budaya Jawa, Hanggayuh Kasampurnaning Hurip,
Berbudi bawa leksana, ngudi sajatining becik.'
"Buku ini saya berikan kepada anak-anak saya sebagai pegangan hidup," kata Soeharto.
Sebagai
bentuk kedekatannya dengan anak-anak Indonesia, Soeharto membuat buku
yang berjudul Anak Indonesia dan Pak Harto. Di buku itu, kedekatan
sangat terasa meski Soeharto seorang kepala negara. Di buku itu pula,
anak-anak itu memanggil Soeharto dengan sebutan Eyang, Pakde, dan
kakek.[lia/merdeka.com]
Minggu, 17 Maret 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
MADURA TANI POPULER
-
P enampilan pohon anggur memang eksotis dan atraktif, karena dibandingkan dengan tanaman buah yang lain, anggur memiliki beberapa keis...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar