Usaha pertanian selalu rawan dengan musibah. Mulai dari banjir, kekeringan sampai serangan hama, yang berujung pahit tanaman puso (tidak bisa dipanen) dan petani merugi. Selama ini, kerugian akibat tanaman puso selalu ditanggung petani sendiri. Namun, sejak tahun 2011, pemerintah mulai mempunyai perhatian dengan menyediakan alokasi dana untuk mengganti tanaman yang puso tersebut.
Setelah program penggantian tanaman padi yang puso terlaksana dengan baik, belakangan timbul pemikiran untuk meng-asuransi-kan areal tanaman tadi. Ide ini sebenarnya bukan hal baru. Sejak Kabinet Pembangunan V sudah dibahas, namun belum sempat dilaksanakan.
Menurut Direktur Pembiayaan, Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian,Mulyadi Hendiawan, bantuan biaya pengganti areal puso selaras dengan amanat UU No. 12/1992 tentang Budidaya Tanaman dan Inpres No. 5/2011 tentang Pengamanan Produksi Beras Nasional dalam Menghadapi Kondisi Iklim Ekstrim.
Memang, untuk melaksanakan penggantian areal puso pada tahap awal relatif sulit. Namun, setelah dilaksanakan, semuanya berjalan dengan baik. Lancarnya pelaksanaan penggantian areal puso karena sudah ada ketentuan yang diatur, termasuk kriteria tanaman puso.
Menurut bapak dua anak buah perkawinannya dengan Widya Haslinar, kriteria padi puso yang dimaksudkan dalam kegiatan Bantuan Penanggulangan Padi Puso (BP3) ini adalah tanaman padi sawah yang telah berumur > 30 hari setelah tanam dan mengalami kerusakan akibat serangan OPT, banjir dan kekeringan seluas > 75% dari areal pertanaman.
“Program penggantian areal puso bukan menghambur-hamburkan uang negara, karena sejalan dengan Undang-undang yang ada. Bantuan ini juga untuk memberikan rangsangan agar petani tetap bersemangat melakukan budidaya tanaman padi,” katanya.
Seperti diketahui, usaha tanaman padi memberikan keuntungan yang relatif kecil dibandingkan dengan usaha tani yang lain. Akibatnya, banyak petani meninggalkan usaha tani tanaman padi dan pindah ke usaha tani yang lebih menguntungkan.
Selama puluhan tahun, petani tanaman padi tidak pernah mendapat penganti dari areal puso berupa uang tunai dan sarana produksi. “Biayanya petani yang areal puso akibat bencana alam hanya mendapat bantuan benih padi saja. Tapi tahun 2011 petani dapat ganti rugi berupa uang tunai dan sarana produksi,” kata Mulyadi. Berikut petikan wawancara dengan pria kelahiran Karawang, 25 Juni 1960 ini.
Apa saja bentuk penggantian areal tanaman padi yang puso itu?
Paket bantuan kepada petani yang mengalami puso dalam bentuk uang tunai untuk biaya tenaga kerja usaha tani padi sebesar Rp2.600.000/ha dan paket bantuan pupuk (Urea, NPK, Organik) senilai Rp1.100.000/ha (harga subsidi)
Tahun 2011 terealiasi berapa banyak?
Pada tahun 2011 untuk penggantian penanggulangan padi puso (BP3) telah terealisasi sebesar Rp253.258.409.719 dengan luas lahan yang ter-cover seluas 68.448,22 ha. Areal ini tersebar di 20 Provinsi, 100 kabupaten dengan jumlah 5.825 kelompok tani.
Kenapa areal yang dapat ganti rugi hanya sedikit, padahal areal yang puso jumlahnya ratusan ribu hektare?
Memang, areal tanaman padi yang puso tahun lalu cukup luas, namun yang ditargetkan mendapatkan bantuan hanya 100.000 ha. Setelah dilaksanakan dan dilakukan seleksi lapangan, ternyata yang memenuhi syarat hanya 68.448,22 ha.
Tahun ini apa program BP-3 akan dilanjutkan lagi?
Ke depan program BP-3 dialihkan menjadi program asuransi pertanian. Program ini merupakan suatu upaya perlindungan dalam bentuk managemen risiko terhadap usaha pertanian, sehingga jika terjadi kerusakan yang dapat mengakibatkan gagal panen akan mendapat proteksi atau penggantian (klaim) terhadap nilai ekonomi usaha pertanian.
Pada prinsipnya program asuransi pertanian dengan bantuan penanggulangan padi puso (BP3) adalah sama merupakan upaya perlindungan (proteksi) terhadap adanya gagal panen terhadap usaha pertanian, yang membedakan hanyalah mekanisme sistem pembayarannya.
Apa bedanya program asuransi dengan BP3?
Serupa tapi tak sama. Untuk bantuan penanggulangan padi puso, jika terjadi gagal panen (puso) dibayarkan langsung melalui APBN ke rekening kelompok, tetapi untuk asuransi pembayarannya dibebankan kepada pihak ketiga (asuransi) sebagai pihak penanggung. Yang diikat dengan perjanjian kontrak polis asuransi.
Anda yakin program asuransi bisa dilaksanakan?
Insya Allah bisa kita laksanakan. Ujicoba asuransi padi pada musim tanam Oktober 2012 di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera Selatan dengan luas areal masing-masing 1.000 ha. Kerjasama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pupuk dengan Kementerian Pertanian dan Jasindo. Pertanggungjawaban asuransi Rp6.000.000 dengan premi Rp180.000/ha.
Apa premi itu dibayarkan oleh petani?
Petani tidak membayar semua premi asuransi. Dari premi sebesar Rp180.000/ha, sebanyak 80% di antaranya dibayar BUMN pupuk dan sisanya 20% senilai Rp36.000 dibayar oleh petani. Dengan premi itu, pertanggungan asuransi Rp6.000.000. Saya yakin premi yang dibebankan kepada petani itu tidak berat, sehingga program ini bisa berjalan dengan baik. Jika hasil ujicoba ini positif, maka tahapan berikutnya dikembangkan lebih luas lagi. Untuk asuransi ini kita baru meng-coverareal tanaman padi yang puso saja.
Bagaimana dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP)?
PUAP masih tetap dijalankan. Sejak tahun 2008 program ini diluncurkan sampai sekarang masih dilaksanakan di 389 Kabupaten, 3.332 Kecamatan dan 10.542 desa atau sekitar 14,4% dari total desa secara nasional (73.067 desa). Alokasi desa PUAP di wilayah timur pada pelaksanaan tahun 2008 lebih besar dari wilayah barat. Hal ini menunjukan bahwa perdesaan di wilayah Timur lebih banyak menerima program PUAP di banding perdesaan di wilayah Barat.
Berapa besar dana yang sudah dicairkan melalui program PUAP ini?
Total dana BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) yang disalurkan melalui PUAP 2008 sebesar Rp1.052 triliun. Dana ini telah dimanfaatkan Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) untuk pengembangan usaha budidaya tanaman pangan (39.97%). Budidaya tanaman hortikultura (8.39%) budidaya tanaman perkebunan (7.99%) dan budidaya ternak (23.39%). Sedangkan 20,27% sisanya dimanfaatkan untuk pengembangan usaha non budidaya dengan rincian perdagangan hasil pertanian (9.30%). industri rumah tangga pertanian (3.55%) dan usaha lain berbasis pertanian (7.42%).
Bagaimana hasil evaluasi penyaluaran PUAP?
Menurut saya hasilnya cukup bagus. Sebab berdasarkan hasil kajian sebagian besar yaitu 88% dari Gapoktan penerima BLM PUAP telah menunjukkan keswadayaan anggota, melalui simpanan sukarela. Dari rata-rata dana yang diterima sebesar Rp100 juta telah berkembang diatas 100 juta. Hal tersebut berasal dari simpanan anggota dan hasil simpan pinjam anggota Gapoktan.
Sekitar 33% petani penerima dana BLM PUAP adalah petani penerima BLM tahun 2008. Sekitar 59% petani memanfaatkan lahan garapan kurang dari 0,50 ha bahkan 31 persen diantaranya hanya memanfaatkan lahan garapan kurang dari 0,25 ha. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani penerima dana BLM PUAP adalah petani miskin meskipun ada pula 18 persen petani yang memanfaatkan lahan garapan lebih dari 1 ha. Jamalzen/agroindonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar