Hati-Hati ada Oknum yang mengatasnamakan Wartawan/Marekting/dll atas nama Maduraexpose.com. Kirim Saran dan Berita Anda melalui email maduraexposenews@gmail.com dan SMS Center 081934960999

Sabtu, 10 November 2012

Penyuluh Kehutanan Terbaik 2012

Meski kuliah di Fakultas Kedokteran semester akhir di Kota Surabaya, namun Suparjo justru dikenal dan terkenal berkat aktivitas menyuluh. Bukan di bidang kesehatan, tapi malah kehutanan!
Asal tahu, suami Markini Tri Midarwati dan ayah Dewi Mitra ini adalah Penyuluh Kehutanan Terbaik Tingkat Nasional Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam tahun 2012. Memang, Suparjo merupakan Penyuluh PNS Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Blitar, Jawa Timur.


Kiprahnya sebagai Penyuluh Kehutanan dijalani dari Penyuluh Kehutanan Lapangan 1981 di DAS Pakis Balu, Kab. Pacitan dan pada 1984 dimutasi sebagai Penyuluh Kehutanan di Kabupaten Blitar. Wilayah kerja Suparjo meliputi Kec. Wates  dengan 4 desa binaan. Desa Tugurejo, Desa Wates, Desa Ringinrejo, dan Desa Mojorejo dengan luas wilayah 3.047,09 ha.
Kehadirannya Suparjo di empat desa ini memang positif, karena telah mengubah pola pikir masyarakat tentang pengetahuan, ketrampilan dan sikapnya terhadap manfaat dan fungsi hutan bagi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan kehutanan.
Dulu, masyarakat asal-asalan saja dalam pengolahan lahannya dan tidak mengindahkan pola civil teknis kehutanan dan konservasi lahan. Tanaman yang diusahakan pun satu jenis: ketela pohon. Kini, semua itu berubah total. Lahan tadi kini berhasil disulap menjadi hutan rakyat seluas 703 ha dan hutan rakyat dengan sistim agroforestery seluas 580 ha yang melibatkan 106 kelompok tani.
Dari keuletan dan ketekunannya mengabdi selama 25 tahun, Suparjo akhirnya menuai hasil. Dia menjadi Juara I Tingkat Nasional Lomba Penghijauan dan Konservasi Alam katagori Penyuluh Kehutanan. Kini, pria kelahiran Ngawi, 4 Juni 1960 ini sudah mengabdi selama 31 tahun dan menetap di Desa Sumber Kembar, RT 01/RW 01 Kec. Binangun, Kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
Asal-asalan
Potret keberhasilan Suparjo memang terlihat jelas di Kecamatan Wates, yang berlokasi di kaki Gunung Kendeng, Blitar Selatan (150-200 meter DPL). Luas wilayahnya 3.047,09 ha, meliputi 4 desa dengan jumlah penduduk 13.927 jiwa. Topografinya berbukit-bukit dan bergelombang sampai terjal.
Dulunya, keempat desa (Tugurejo, Wates, Ringinrejo dan Mojorejo) yang ada dapat dikatakan gersang, tanah tidak terkelola dengan baik dan kritis. Lahannya dikelola  asal asalan, belum mengenal pengolahan dengan civil teknis. Kondisi marginal itu tercermin dengan sulitnya air di musim kemarau akibat mengeringnya sumber mata air, tanah longsor dan banjir di musim hujan kerap terjadi dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya untuk mencari kayu bakar dan hijauan untuk makanan ternak pun menghadapi kesulitan.
Ketika mengelola lahannya, masyarakat juga kurang memperhatikan kaidah konservasi. Mereka juga terkesan bersikap individualistis dan belum mengenal manajemen kelola lestari kehutanan (kelola Kawasan, kelola Kelembagaan dan kelola Usaha). Di samping itu, SDM tentang kehutanan juga rendah, pemilikan lahan petani sempit, kurangnya modal usaha dan sulitnya memperoleh air untuk kebutuhan rumah tangga, serta sistem penebangan hasil hutan tidak beraturan dan bercocok tanam monokultur ketela pohon.
Dalam kondisi inilah Suparjo masuk. Sebagai Penyuluh Kehutanan Lapangan, dia menjalankan kegiatan penyuluhan berdasarkan kebijakan pembangunan kehutanan secara umum dan kebijakan yang dikeluarkan Dinas Kehutanan dan Perkebunan  Kab. Blitar — yang disesuaikan dengan kondisi dan potensi wilayah kerja serta kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha.
Sosialisasi pun jadi harga mati untuk keberhasilan setiap program. Warga dan aparat pun diajak melakukan rembug desa membahas perencanaan program pembangunan kehutanan lewat musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes) untuk mendukung program kehutanan. Dari sini disepakati 8 program kerja, yakni Penghijauan, Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan Ekonomi Kerakyatan, Rehabilitasi Lahan dan Konservasi tanah, Pelestarian Lingkungan, Pengembangan Aneka Usaha Kehutanan, Penjaringan Modal dan Kemitraan Usaha.
Agar program kerja ini berjalan lancar dan tidak menyimpang dari tujuannya, dibuat pula aturan-aturan kelompok tani binaan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis. Peraturan yang telah disepakati kelompok di tuangkan dalam AD/ART dan rencana kerja masing-masing kelompok tani hutan.
Mampu mengubah
Kegiatan penyuluhan kehutanan sendiri direncanakan dengan baik dan disajikan dalam bentuk programa penyuluhan. Suparjo melaksanakan konservasi sumber daya alam melalui rehabilitasi lahan dengan pembangunan hutan rakyat dan kebun rakyat, pembuatan dan pembangunan bangunan civil teknis serta pemanfaatan di bawah dengan mendampingi kelompoknya dalam mewujud-nyatakan kegiatan konservasi.
Salah satu keberhasilannya sebagai penyuluh kehutanan teladan tahun 2012 antara lain kemampuannya mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku dari empat desa binaaannya menjadi kelompok tani hutan yang produktif dan mengelola lahannya dengan memperhatikan kaidah-kaidah konservasi dan civil teknis kehutanan.
Dia Mampu membentuk dan membina 106 kelompok tani hutan, termasuk  kelompok tani wanita, pemuda dan kelompok usaha produktif. Mampu membuat percontohan konservasi tanah seluas 20 ha. Mampu membuat demplot pelestarian mata air. Mampu membuat pembibitan aneka jenis tanaman hutan dan perkebunan serta pertanian. Mampu menyediakan bibit dan dimanfaatkan masyarakat, yaitu jati 5.000 batang, sengon 10.000 batang, kopi 6.000 batang, cengkeh 1.000 batang, dan Kakao 3.000 batang.
Dia juga mampu mendampingi masyarakat membangun hutan rakyat seluas 703 ha dan kebun rakyat seluas 560 ha, membangun dan menyempurnakan bangunan civil teknis bersama masyarakat (Teras, SPA, BTA). Selain itu, Suparjo bisa membuat masyarakat mnemiliki akses permodalan melalui perbankkan dan koperasi Unit Desa untuk kelompok tani.
Manfaat
Berkat penyuluhan Suparjo, kini kesejahteraan masyarakatnya di wilayah tersebut meningkat, baik dari hasil hutan kayu dan non kayu serta perkebunan. Di samping itu, ke empat desa tersebut juga dikenal sebagai desa penyangga atau termasuk daerah tangkapan air dari beberapa sumber mata air di Kec. Wates.
Selaijn kesejahteran meningkat, di wilayah itu juga tercipta lingkungan yang indah, nyaman, sejuk dan asri. Hal ini dibuktikan dapat menghasilkan jasa lingkungan yang bermanfaat bidang ekologi, ekonomi dan sosial. Bidang ekologi muncul empat sumber mata air, berkembangnya flora dan fauna. Sementara itu bidang ekonomi menghasilkan jasa lingkungan dan berkembangnya industri rumah tangga. Bidang Sosial adalah tempat rekreasi wisata alam, tempat penelitian Puslitbang Kehutanan, tempat sdudi banding dari daerah lain bidang hutan rakyat dan agroforestry.
Sedangkan terbangunnya hutan rakyat dengan pola agroforestry membuat ketersediaan hijauan pakan ternak yang dapat mencukupi ternak kambing etawa dan sapi, serta  tersedianya bahan baku industri mebel.
Sedangkan pendapatan masyarakat yang diperoleh dari hutan rakyat dalam waktu 3 tahun berupa kayu gelondong sebanyak 7.000 m3 setara dengan Rp2 miliar, kayu bakar sebanyak 3.000 m3 setara dengan Rp350 juta. Madu dan empon-empon sebesar Rp150 juta dan belum termasuk hasil penjualan pembibitan jati, sengon, kakao dan cengkeh  tentunya juga dalam miliaran rupiah.Ir. Bambang Sigit Subiyanto, MM, penyuluh kehutanan (agroindonesia.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MADURA TANI POPULER